murniramli

Kunjungan ke SD Nishi Inuyama

In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, SD di Jepang on Juli 10, 2007 at 11:53 am

Hari ini di tengah hujan yang lumayan, saya berdua dengan teman Indonesia dan beberapa orang asing lainnya mengunjungi SD Nishi Inuyama dalam rangka program kokusai kouryuukai (international class). Program ini sebenarnya mendadak diinformasikan dan saya tidak begitu jelas jika acaranya berupa pengenalan negara. Untinglah feeling saya cukup peka sehingga berkas presentasi di sekolah2 yang sering saya pakai sudah saya masukkan dalam USB sebelum berangkat.

Bukan programnya yang menarik bagi saya tetapi fasilitas sekolahnya dan ungkapan Pak Kepala Sekolah, Pak Nakamura. Seperti lazimnya sekolah-sekolah di Jepang, hampir semua space berisikan prakarya siswa yang ditata rapih di dalam almari atau dipajang di dinding. Tapi kelas yang kami kunjungi sekarang adalah kelas yang dibangun dengan arsitektur dan penataan yang unik.

Pembangunan kelas-kelas ini dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah kota Inuyama, yang terkenal sebagai kota yang memegang kuat tradisinya ditandai dengan adanya Inuyama castle yang dibangun tahun 1537 oleh Oda Nobuyasu, paman pembesar Oda Nobunaga. Tetapi kota ini juga sangat maju dalam inovasi-inovasi pembangunan pendidikannya.

Biasanya di sekolah-sekolah yang biasa saya kunjungi, kelas2 disusun berderet diapit atau tidak dengan koridor panjang, mulai dari kelas 1,2,3 dst. Kelas 6 di SD Nishi Inuyama, berupa bangunan baru terbuat dari kayu yang dibangun agak memisah dari ruang kelas lama. Bangunan ini khusus untuk kelas 6. Ruang kelas ditata berhadap2an berbentuk persegi, dengan ruang aula di tengah dan di pojok terdapat bar/dapur kecil untuk menjamu tamu dan meja kursi. Ukuran kelas berbeda-beda, ada yang dikhususkan untuk kelas dengan jumlah siswa 10-20 org dan ada kelas untuk 20 org lebih. Lantai kelas dan aula semuanya kayu mengkilap. Jendela berupa kaca-kaca lebar yang memungkinkan pemandangan di kelas lain terlihat. Bagian dalam kelas hampir sama dengan sekolah lainnya di Jepang, ada loker untuk meletakkan tas, lemari buku2 pelajaran dan dinding yang bertempelkan menu makanan, jadwal piket, jadwal pelajaran.

Ruangan kelas yang berhadap-hadapan ini dimaksudkan untuk mengkonsentrasikan anak-anak kelas 6 atau menciptakan lingkungan khusus untuk kelas 6. Saya tidak tahu bagaimana dampaknya dengan kelas-kelas lain, tapi nyata sekali ini membentuk `senioritas` yang begitu diagungkan di Jepang. Antara senpai (kakak kelas) dan kouhai (adik kelas) kelihatannya akan semakin terlihat perbedaan statusnya. Terlepas dari itu sisi baiknya barangkali ada, yaitu membangun lingkungan belajar, berkompetisi yang baik untuk kelas 6.

Yang menarik barangkali, ucapan Pak Kepala Sekolah berkaitan dengan prestasi siswa yang menurun. Siswa2 enggan belajar, enggan berkompetisi sejak adanya yutori kyouiku. Dan belakangan Menteri Pendidikan Jepang kembali menyerukan untuk mencabut pola yutori kyouiku dan mulai mendrill anak-anak untuk makin rajin belajar dan bersaing. Guru-guru pun kebingungan dan gamang dengan situasi yang berubah-ubah ini. Sementara anak-anak sudah senang dan santai merasa tak terkungkung, dan sudah malas diajak belajar giat.

Percakapan saya dengan segerombolan anak menyimpulkan bahwa bagi mereka belajar adalah momok. Ke sekolah memang menyenangkan tapi belajar ‘iya da` (ogah). Ini saya pikir tantangan bagi guru-guru di SD Nishi. Kemungkinan besar kelas2 yang disampaikan kurang menyenangkan, alias sama seperti di Indonesia, monoton dan guru sepertinya masih ditakuti di SD ini. Ini terbukti ketika saya menjelaskan tentang Indonesia anak-anak begitu senang dan ramai menyeletuk, tetapi ketika gurunya datang menengok, mereka segera diam dan mendadak kaku. Saya tidak tahu bagaimana kelas-kelasnya, mungkin ada yang menyenangkan. Pola yang kaku seperti ini sepertinya menjadi ciri khas pendidikan di daerah-daerah sentra kekuasaan raja/penguasa Jepang dulu. Daerah Okazaki, tempat berkuasanya Tokugawa Ieyasu pun menunjukkan pola yang sama, bahkan guru-guru di sana sangat terkenal dengan kepatuhannya.

Bagaimanapun, fasilitas memang salah satu penunjang keberhasilan pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah kepandaian guru memotivasi anak supaya mau belajar, dan kecerdasan guru membuat anak mengerti sebuah ilmu baru.

  1. Yutori kyouiku?

    Kok anak-anak itu didrill sih bu supaya mau belajar?

    murni : yutori kyouiku pernah ditulis di sini https://murniramli.wordpress.com/2007/03/13/tiga-prinsip-mendidik-di-sekolah-jepang/

    ya, harus didrill atau dilatih lagi supaya kehidupan nyantai selama pola yutori kyouiku diterapkan, bisa diubah menjadi pola `gemar belajar` or gemar berkompetisi.

  2. Mbak dibahas dong Kota Inuyama, terutama bagaimana upaya warga di situ menjalankan usaha pelestarian. Ini kan termasuk salah satu daerah bersejarah di Jepang di Prefektur Aichi.

    Mdtk, MSR

    murni : Insya Allah. Terima kasih atas ide menariknya, dan maaf kalau tidak segera direalisasikan 😀

  3. Memang bu! Guru dituntut bisa berinovasi, kompeten. sehingga siswa tdk terlalu jemu dan monoton dalam menyerap pelajaran. Masalahnya kalau di indoensia bagaimana? Saat ini teman guru lagi disibukkan dengan data base Menpan yang tak kunjung kelar, sehingga mereka lupa akan tugas pokok mereka yaitu mencerdaskan anak-anak bangsa. Tapi gimana lagi bu kesejahteraan bagi mereka juga penting.

    murni : ya…sebuah dilema ya, Kang

  4. btw, inuyama itu apakah artinya “gunung anjing”?

    apa di sana banyak “inu”-nya…?!

    salam,
    adi.n

    murni : ya artinya gunung anjing. belum tahu sejarahnya kenapa diberi nama inuyama. Bukan anjing yang banyak tapi monyet, ada monkey park

  5. Hm, artikel ini ngingetin gw waktu sekolah. Salam kenal. Nice blog, lhoh.

    murni : salam kenal juga, Bu/Pak 😀

  6. Trims untuk laporan pandangan matanya, ternyata aroma feodalisme ketika bersentuhan dengan teori pendekatan pembelajaran jadinya seru juga.

    murni : ini menarik u diteliti, Pak

  7. Hallow mba Murni..^-^
    oya temen2 smua, saya ini kohai nya mba Murni, ruang blajar saya bersebelahan dengan mba yang giat blajar ini..^-^

    saya jadi ingin komentar juga nih..
    waktu kunjungan bareng mba Murni ke SD Inuyama, saya memang agak terkejut dengan kepasif an anak2 kelas 6 nya.

    kalo di Indonesia tempat saya ngajar, anak2 berlomba-lomba MPG alias mencari perhatian Guru dengan bertanya, menjawab atau komentar tapi kemarin mah aduhh..saya sama rekan yg kebetulan dipasangkan dikelas tsb, merasa kerepotan mengolah diri agar bisa nyampein materi sambil ngebodor hehe

    murni : Teh, ga semua anak Indon MPG kalo nanya lo, tp memang mereka pinter2 hehee..

Tinggalkan Balasan ke nining Batalkan balasan