murniramli

Mencintai pekerjaan adalah sebuah komitmen

In Serba-Serbi Jepang on Maret 12, 2009 at 11:43 am

Ini masih cerita dari kunjungan ke Ryoei Engineering. Kali ini saya ingin mengulas tentang pekerja-pekerja tua di Ryoei yang sebenarnya sudah melewati batas usia pensiun di Jepang.

Sebuah pertanyaan yang diajukan kepada Direktur Ryoei adalah bagaimana dia mengatasi agar pegawai tidak bersifat kutu loncat, artinya bekerja sebentar dan kemudian pindah ke perusahaan lain ?

Selain ada tes masuk yang terkait dengan bidang keahlian, pegawai-pegawai di Ryoei diseleksi dengan interview sebagaimana yang biasa dilakukan di perusahaan lain. Tidak ada seleksi khusus untuk melihat komitmen tidaknya seorang pegawai. Tetapi Ryoei mempunyai sistem training yang bisa membuat betah para pegawai. Menurut penjelasan direktur pekerja yang keluar hampir tidak ada, kecuali karena faktor usia (pensiun).

Setiap pegawai baru di Ryoei akan dikelompokkan dalam beberapa grup dan mereka dibimbing oleh seorang pekerja senior. Selain menangani pekerjaan di divisinya masing-masing, selama bulan Maret hingga Juni, para pekerja dalam satu hari penuh selain mendalami divisinya masing-masing, juga diajak untuk mengenal kerja divisi yang lain. Hari tersebut adalah hari biasa bukan hari libur.

Pembimbing yang ditunjuk biasanya adalah para pekerja yang sudah berusia 50-60 tahunan, sehingga saya bisa menangkap upaya manajer Ryoei untuk mempertahankan tradisi dan prinsip kerja perusahaan kepada pegawai-pegawai mudanya.

Selain bucho yang berusia 64 tahun, di bagian laser/elektron terdapat seorang pekerja yang berusia 63 tahun. Sebagaimana diketahui bahwa usia pensiun di Jepang semula adalah 58 tahun, kemudian berubah menjadi 60 tahun sejak kondisi aging society, yaitu semakin banyaknya penduduk berusia lanjut di Jepang.

Ryoei memegang prinsip bahwa setua apapun pegawai asalkan dia masih produktif dan senang bekerja, maka pekerja tersebut akan dipertahankan apabila dia tetap ingin bekerja. Ada sekitar 4 orang bapak tua yang saya jumpai saat berkunjung ke Ryoei, semuanya menampakkan gambaran orang-orang yang senang bekerja seperti halnya bucho (kepala bagian) yang menemani kami jalan-jalan seputar perusahaan dan dengan bangganya mengatakan : “Saya tidak bisa bahasa Inggris, tapi dalam hal mencintai pekerjaan dan mengenal seluk beluk pekerjaan, saya nomor satu di sini”

Kalimatnya bukan untuk menyombong, tapi memang terbukti kelihaiannya menguraikan semua jenis mesin yang ditunjukkan kepada kami, lebih detil daripada teknisinya.

Jadi, menjawab pertanyaan di atas, direktur Ryoei tidak menjelaskan kriteria khusus bagaimana menyeleksi pegawai yang komit atau tidak, sebab pada kenyataannya ini adalah pekerjaan sia-sia. Tetapi yang dilakukan Ryoei adalah membina agar pegawai-pegawai tersebut tetap komit melalui pembimbingan yang menurut penglihatan saya, lebih cenderung bersifat bimbingan kerja yang bersifat kekeluargaan. Dengan menjadikan pekerja senior berusia 60 th sebagai pembimbing, tentunya akan membuat anak bimbing lebih memahami tidak saja mesin-mesin dan keahlian menggunakannya, tetapi mereka tentu mendapatkan pelajaran berharga tentang arti mencintai pekerjaan dan bagaimana mencintai pekerjaan dari pakarnya yang sudah menelan asam garam dalam karirnya.

Dalam salah satu penjelasannya, Direktur sempat mengatakan bahwa bagi kami yang paling membahagiakan adalah pekerja merasa senang bekerja di Ryoei.

  1. Wah menyenangi pekerjaan himngga usia setua itu…

    Saya juga ingin seperti itu, yang membuat hidup ini menjadi semakin hidup adalah dengan bekerja dan berinteraksi dengan seseorang lainnya..

    Bukannya hanya ongkang-ongkang kaki dan berharap memiliki uang banyak, itu hanya pemikiran orang2 yang tidak punya masa depan..

    Saya menjadi bersemangat sekali membaca postingan ini Bu..

    Salam Hangat Bocahbancar…..

    Anda belum pernah berkunjung ke rumah saya, saya tunggu di sana Bu….

  2. sudah saya kunjungi blognya 😀

  3. Mur.., kayaknya bocahbancar penggemar setiamu ya?
    Tiap kali aku mampir ke blog-mu, selalu ada dia.
    Eh…, kok malah bahas bocahbancar sih ?!?

    Sekarang tentang mencintai pekerjaan yg kau tulis nih.
    Aku pikir utk mencintai pekerjaan tergantung pada etos kerja masing-2 orang. Tergantung pada motivasinya dia bekerja juga.
    Anyway…, ajakin tuh perusahaan-2 di Indonesia utk study banding di Ryoei Engineering. Soalnya, beberapa yang aku tahu banyak perusahaan yg lebih memilih tenaga kerja yg murah (yg didapat dari karyawan-2 baru). Makanya, angka pergantian karyawan jadi cepet sekali. (Lebih murah menggaji karyawan baru yg belum terlalu pintar daripada membayar karyawan lama yg sudah ahli).

  4. mengundang mereka ke Ryoei agak susah mungkin kecuali birokrasi yg jalan. Recruitmen Karyawan baru memang lumrah sbgmn berlangsung setiap tahun di Jepang, tp mempertahankan karyawan yg berpengalaman adlh sebuah tindakan cerdas juga 😀

  5. […] Tulisan asli dari artikel ini tulisan-tulisan menarik tentang dunia kerja dan pendidikan di Jepang dapat juga diakses melalui website: Mencintai pekerjaan adalah sebuah komitmen […]

  6. di Indonesia yg terjadi bukan kapitalisme lanjut, tapi kapitalisme akut. Makanya pekerja dianggap biaya, bukan asset. Coba aja bikin riset kecil-kecilan tentang tingkat kepuasan kerja di Indonesia. Di banyak perusahaan bukan saja kesejahteraan yg minim, namun juga pelatihan yg miskin. masih banyak bos yg tak ingin karyawannya lebih pintar. prisipnya tak apa bodoh asal loyal he-he-he

    murni : sy tertarik mengadakan riset ttg kepuasan guru 😀

  7. pagi ibu, saya lely
    saya sedang proses pembuatan skripsi mengenai engagement. saya sedang mencari referensi mengenai peningkatan engagement dan saya baca pada artikel ibu terdapat strategi peningkatannya dengan cara training , bentuk training yang dimaksud oleh Ryoei apakah pada paragraf berikut ibu?
    “Setiap pegawai baru di Ryoei akan dikelompokkan dalam beberapa grup dan mereka dibimbing oleh seorang pekerja senior. Selain menangani pekerjaan di divisinya masing-masing, selama bulan Maret hingga Juni, para pekerja dalam satu hari penuh selain mendalami divisinya masing-masing, juga diajak untuk mengenal kerja divisi yang lain. Hari tersebut adalah hari biasa bukan hari libur”
    atau ada training lain yang dimiliki Ryoei dan hanya untuk digunakan di Ryoei saja?
    terima kasih ibu, saya sangat berharap jawaban ibu 🙂

    • Training yg dilakukan di Ryoei adalah training yang sama dilakukan di perusahaan Jepang lainnya. Pada umumnya manajemen kerja di Jepang mengenal sistem generalisasi pekerjaan dan bukan spesialisasi. Jadi, ketika menjadi pekerja, di awal masuk mereka akan dipekerjakan secara bergilir di semua divisi. Setelah pada akhirnya ditempatkan di salah satu divisi. Ketika sudah bekerja di satu divisi, para pekerja akan dididik untuk menekuni bidangnya, melalui program OJT (On the Job Training) yang biasanya sistemnya adalah pembinaan oleh satu senior kepada satu atau dua junior (tergantung besaran perusahaan). Sistem pembimbingan semacam ini juga dilakukan di sekolah-sekolah, dan di instansi manapun, senior membimbing junior. Senior harus mengenalkan satu per satu pekerjaan yang akan ditangani juniornya secara runut dan detil, hingga si junior bisa menguasai pekerjaannya. Proses pembimbingan biasanya tidak dibatasi masanya. Tetapi ada perusahaan yang membatasi misalnya per 3 bulanan. Apabila terjadi kesalahan yg dilakukan oleh junior, yg akan mendapat teguran adalah senior.
      OJT adlah training yg dihitung sebagai kerja. Jadi, si pekerja selama masa itu sudah digaji sesuai dengan ketetapan untuk gaji pemula. Ketika saya bekerja di perusahaan makanan, Mister Donut, saya juga menjalani training umum selama kurang lebih satu bulan, sebelum kemudian ditempatkan di Divisi Dapur (pengolahan makanan). Model pembimbingan yg saya alami persis sama dg Ryoei. Saya menerima gaji sebagai pekerja selama training yg berbeda 50 yen dengan pekerja kontrak lain (saya bukan pekerja tetap).

      Training khas di setiap perusahaan tentu saja berbeda tergantung dr produk apa yg akan dihasilkan. Tetapi pada prinsipnya sama, diawali dg training/bekerja di semua divisi, lalu kemudian menguasai satu keahlian di satu divisi.

  8. oh jadi dengan mengadakan OJT, tapi sebenarnya sistem yang sudah diterapkan di perusahaan jepang bisa tidak diaplikasikan pada perusahaan indonesia

    oia ibu kalau referensi mengenai peningkatan engagement sendiri, ibu punya referensi lain g untuk saya masukkan sebagai saran ke perusahaan.

    terimakasih ibu sebelum dan sesudahnya.

Tinggalkan komentar