murniramli

Menyusun RPS: Menengok ke belakang, menatap ke depan

In Administrasi Pendidikan, Manajemen Pendidikan, Manajemen Sekolah, Organizational Learning, Pembelajaran, Pendidikan Biologi, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, Penelitian Pendidikan on Januari 26, 2020 at 4:46 am

Dalam membuat sebuah program, kebijakan, kegiatan atau apa saja, baik itu sifatnya melanjutkan atau membuat yang baru, seseorang perlu menengok ke belakang dan menatap ke depan. Hal rutin sebenarnya, tetapi ada beberapa orang yang tidak menyadarinya.

Yang perlu ditengok adalah apa yang sudah dikerjakan sebelumnya, bagaimana hasilnya, apakah ada kendala, apakah kendala sudah terselesaikan, dan apakah sudah efektif solusinya, dan jika perlu ada parameter tertentu yang terukur terhadap kinerja sebelumnya.

Sedangkan yang ditatap ke depan adalah tantangan yang akan muncul, perubahan dan dinamika sosial, tren ekonomi, dan politik. Memprediksi apa yang akan terjadi 5 tahun, 10 tahun, 30 tahun ke depan bukan pekerjaan yang mudah, tetapi itu harus dilakukan untuk menjadikan program/kebijkaan yang diusulkan menjadi kuat.

Lazimnya orang melakukan analisis SWOT untuk memplanning program/kebijakan. Mengecek kekuatan (S), kelemahan (W), peluang (O), dan hambatan/kendala (T), dan memikirkan bagaimana menyiapkan program yang berbasis pada potensi diri (kekuatan dan kelemahan), membaca peluang internal dan eksternal, serta masalah-masalah yang diduga sebagai penghambat.

Secara teori, saya yakin semua orang terdidik memahami itu. Namun, secara praktis, barangkali tidak semua menerapkannya secara total, atau sebagian. Atau dengan kata lain, knowledge nya sudah ada, tetapi actionnya belum ada.

Pekan-pekan ini adalah pekan meyusun Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah di kampus. Pekerjaan rutin dosen menjelang awal semester. Jika tidak mau repot, sebenarnya dosen dapat menggunakan RPS tahun sebelumnya, dengan pertimbangan belum ada perubahan signifikan pada kondisi sosial, perubahan pada kebijakan, dan kemajuan IPTEK.

Namun, jika kita memperhatikan faktor lain, yaitu karakteristik mahasiswa yang akan mengikuti perkuliahan kita, dan juga ternyata kebijakan pendidikan di Indonesia berubah dalam periode semester, dan juga kalau rajin membaca kemajuan ilmu dan teknologi di bidang pendidikan, ternyata perkembangannya sangat melejit, maka RPS tidak bisa dibuat biasa-biasa saja, dan tidak berubah dari tahun ke tahun.

Penyusunan RPS tetap perlu mengacu pada prinsip “menengok ke belakang dan menatap ke depan”. Atau dengan kata lain, RPS perlu sangat dinamis. Apa yang dimiliki oleh mahasiswa yang akan kita ajar, potensi apa yang dia punya, dari suku mana saja dia, apa culture yang dibawanya, apa way of thinking yang dipunyainya, dan kondisi apa yang akan dihadapinya ketika lulus, bekerja, dan menjadi anggota masyarakat, itulah serentetan konsideran yang perlu kita pikirkan ketika menyusun RPS matkul yang akan kita ampu.

Apa yang diterima oleh mahasiswa kita saat kita mengajarnya sedikit banyak mempengaruhi pola berpikirnya, keputusan-keputusan yang akan diambilnya, dan role yang akan dia mainkan di tengah masyarakat. Maka, menyusun RPS bagi saya adalah berat, tantangan, dan sangat penting, karena mempengaruhi jalan hidup anak didik.

Pengenalan Sains untuk Anak Usia Dini dan Conservation Task Piaget di KBTKIT Rabbani Klaten

In Serba-Serbi Jepang on Agustus 10, 2019 at 9:56 pm

Sains untuk usia dini bukan lagi merupakan hal baru. Para pakar menyepakati bahwa untuk melatih motorik halus dan kasar, serta sebagai dasar pelatihan berpikir, maka aktivitas sains dapat diajarkan kepada anak-anak usia dini (AUD) melalui kegiatan bermain.

Dalam mempelajari sains, ada tiga hal yang diperlukan, yaitu konten, proses, dan sikap. Secara konten, sains untuk AUD merupakan sains yang bersifat konkrit, karena kemampuan berpikir AUD masih pada tahap sensorimotorik (0-2 th) dan pra operational (2-7 th). Oleh karenanya sains yang diperkenalkan bersifat lebih sederhana, dengan menggunakan benda-benda di sekitar, dan dengan fokus pada melatih motorik halus dan kasar siswa, yang diyakini berpengaruh pada kecerdasan siswa.

Kegiatan Program Kemitraan Masyarakat ini didanai melalui Hibah PKM Ristekdikti 2019, dengan Tim Pengabdi adalah Murni Ramli, Ed.D (Ketua), dan Dr. paed. Nurma Yunita Indriyanti (anggota). Kegiatan berlangsung dari bulan Mei sampai Agustus 2019. Kegiatan PKM dilaksanakan dengan pendekatan Action Research, melalui fase pemetaan permasalahan di KBTKIT Rabbani Karanganom, Klaten yang merupakan mitra PKM. Untuk mengecek pemahaman awal para instruktur peserta PKM, dilaksanakan pengukuran persepsi dengan menggunakan google form, dan di setiap kegiatan pelatihan, dilakukan pengukuran melalui interview pra konsep. Tindakan yang diberikan kepada peserta berupa perkuliahan dan pelatihan atau praktek langsung. Perkuliahan dengan materi Perkembangan Kognitif AUD, Pengukuran perkembangan Kognitif AUD, Conservation Task Piaget, dan Sains untuk AUD. Sementara kegiatan praktek berupa Aktivitas Sains I dan II, Praktek Conservation Task Piaget, dan Pembuatan My Own Science Activity oleh para peserta. Kegiatan telah dilaksanakan pada 18 Mei 2019, 20 Juli 2019, dan 3 Agustus 2019. Kegiatan selanjutnya akan dilaksanakan pada akhir Agustus dan awal September 2019.

Dokumentasi kegiatan sebagai berikut:

 

Menjadi Orang Berkarakter dan Berbudaya di Jepang

In Serba-Serbi Jepang on Maret 19, 2018 at 4:51 pm

Akhirnya buku saya terbit. Setelah sekian lama tersimpan di laptop dan tidak terurus sejak pertama kali ditulis tahun 2010, mengawali 2018 naskah buku akhirnya bisa dipublikasikan.

Buku ini berjudul Menjadi Orang Berkarakter dan Berbudaya di Jepang, dan dari isinya sudah dapat ditebak isinya tentang bagaimana memahami karakter dan budaya orang Jepang, serta bagaimana kedua hal tersebut diinternalisasi di sekolah dan dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Orang Jepang sangat kuat dalam karakternya. Beberapa di antaranya seperti disiplin, kerja keras, santun, dan sikap menghormati kepentingan orang lain, dikenal sebagai penciri unik mereka. Bagaimana mereka dapat memiliki karakter yang melekat seperti itu? Ini hanya dapat dipahami apabila kita mempelajari sejarah bangsa Jepang, sejarah pendidikan moral, dan asal usul kode etik samurai atau bushido yang orang Jepang anggap sebagai standar perilaku bermasyarakat. Selain itu, bagaimana kode etik, keyakinan, dan konsep hidup ditanamkan kepada generasi mudanya, hanya dapat diketahui melalui penelusuran pendidikan moral di sekolah.

Buku ini membahasnya secara detil, termasuk perubahan masyarakat Jepang. Diperuntukkan bagi pembaca yang memiliki peminatan pada ke-Jepang-an, mereka yang akan berangkat dan tinggal di Jepang, atau bahkan untuk siapa saja yang akan bekerja dan bergaul dengan orang Jepang.

Bagi yang berminat, dapat menghubungi penulis untuk mendapatkannya, karena buku belum dijual secara meluas. Info lengkap dapat diperoleh dengan mengirim email ke moernier(at)gmail(dot)com.

WhatsApp Image 2018-03-18 at 16.28.14

 

Summary buku di bawah ini:
Profil Buku Pend Jepang