murniramli

Andai dunia adalah sekolah

In Renungan on Juni 16, 2010 at 10:51 am

Di dalam kelas tak jarang guru mendapati anak-anak berselisih. Kadang-kadang soal remeh yang mereka pertengkarkan, misalnya siapa yang lebih jago ksatria baja hitam atau power ranger ? Atau pertengkaran bisa muncul karena salah satu menjelek-jelekkan yang lain.

Di dalam kelas, anak-anak juga mengelompok, mereka secara alami bergabung atas dasar kesamaan hobi, kesamaan sifat, atau bahkan karena rumah berdekatan. Hanya sedikit anak yang bisa bebas dan tidak berafiliasi ke kelompok manapun.

Kejadian di dalam kelas adalah kejadian yang sama terjadi di dunia. Negara-negara (baca pemerintah) adalah murid-murid. Sementara yang menjadi guru tak dapat dipastikan, barangkali PBB. Peraturan dunia adalah kesepakatan dalam PBB.

Tetapi pertemanan di dunia berbeda dengan pertemanan di dalam kelas. Pertemanan negara-negara dilakukan dengan dasar kekuatan dan keuntungan. Maksudnya, yang kuat akan banyak temannya, sementara yang lemah tidak ada teman. Pertemanan negara-negara juga bersifat simbiosis mutualisme, yaitu take and give. Tetapi kadang-kadang bersifat parasitisme, karena keuntungan hanya satu arah atau tidak seimbang.

Di dalam sekolah, sekalipun antarmurid berkompetisi, hampir sedikit dijumpai karakter menjatuhkan teman. Anak-anak belum mengenal istilah santet menyantet, anak-anak belum kenal istilah sekutu, dan mereka lebih suka menghindari perang. Mereka hanya bertengkar kecil.

Tetapi negara-negara di dunia bersekutu dan persekutuan itu kadang-kadang bernilai mati. Maksudnya dukungan harus diberikan kepada negara sekutu, sekalipun hal itu bertentangan dengan prinsip negara bersangkutan.Ketika terjadi perang di Irak, banyak negara mendukung Amerika mengirimkan pasukan ke sana. Katanya mereka cinta perdamaian dan menyerukan rakyatnya untuk mencintai perdamaian di dunia, tetapi mereka lupa baru saja menciptakan peperangan baru.

Ketika negara-negara dunia bersepakat untuk menyetop produksi senjata nuklir dalam rangka menghindari peperangan, banyak negara bergabung dengan Amerika mendesak pemerintah Iran yang sekalipun telah membantah nuklir yang mereka buat untuk persenjataan. Kadang-kadang saya pikir, mengapa negara-negara selalu curiga?

Sebagai penduduk dunia, saya melihat persengkokolan negara-negara atau pencarian teman dan sekutu, seperti mengarah kepada persiapan sebuah perang besar. Di forum-forum dunia para pemimpin dan penyeru perdamaian tak putus-putus menyerukan perlunya perdamaian, tetapi di balik itu, masing-masing negara selalu waspada terhadap penyerangan dan kelicikan negara lain.

Ketika terjadi perselisihan memperebutkan pulau kecil kaya minyak yang terletak di antara dua negara, tidak ada yang mau mengalah. Semuanya ingin memilikinya. Yang bingung adalah penduduk yang mendiami pulau tsb.

Di dunia tidak ada istilah iklas memberi, sebagaimana diajarkan kepada murid-murid ketika mereka bertengkar tentang bangku misalnya. Si A dan B ingin duduk di depan, di bangku yang sama. Lalu datanglah Ibu/bapak guru menasihati bahwa orang yang melapangkan orang lain akan memperoleh pahala dan disayang Allah. Maka kedua anak menunduk, dan kemudian mengalah, lalu terjadilah kesepakatan : hari ini A yang duduk di bangku ini, dan besok giliran B.

Di sekolah, murid-murid dilarang bertengkar, tetapi mereka diperbolehkan berselisih pendapat. Guru mengajari mereka bahwa setiap kepala berbeda. Setiap anak mempunyai pemikiran yang tidak sama.Kesepakan terhadap sebuah masalah barangkali bisa terjadi, tetapi setiap anak menyadari bahwa ada di antara mereka yang tidak sepakat, tetapi mengalah untuk menciptakan perdamaian di dalam kelas.

Tetapi di dunia, negara-negara tidak memahami perbedaan alami ini.Yang kuat dan besar lebih suka menekan dan memaksakan pendapatnya. Dan negara kecil akan dituduh penentang dan harus diperangi, jika tidak sepakat.

Semua anak senang berada di sekolah. Salah satu alasannya karena banyak teman. Mereka gembira bertemu dengan teman-teman. Sekalipun hari ini bertengkar, besok mereka dengan mudahnya memafkan dan berteman lagi.Tidak ada yang curiga bahwa di antara teman-temannya ada yang akan mencelakakannya. Sebab semuanya sangat patuh pada pesan gurunya, untuk berlaku penyayang dan peramah.

Tetapi di dunia pertemanan antarnegara adalah semu. Negara-negara sejatinya ketakutan dan was-was. Jepang barangkali tidak percaya diri dapat melindungi wilayahnya seandainya ada serangan dari luar. Negara-negara di Asia Timur khawatir dengan Korea Utara yang sedang membuat misil, dan barangkali Korut membuatnya karena juga takut penyerbuan negara lain.

Entahlah…saya hanya mengimpikan dunia seperti sekolah, tetapi sepertinya saya terlalu lena bermimpi….sebab dunia tidak akan pernah sama dengan sekolah.

  1. Mba Murni– baru deh menganalogikan dunia dengan kelas.. kl isi pemikirannya sih samaa.. ngerut deh kl mikir politik ^o^ mending ngurus anak2 ^o^
    Thx tulisannya yg menyegarkan!

  2. Dunia dalam sekolah ,semua berbicara ruang ligkup,sedng ruang lingkup terkecil sama-sama kita ketahui adalah LINGKUNGAN KELUARGA,dari dalam keluarga kita menciptakan jiwa-jiwa pembelajar,mungkin itulah start awal kita untuk melangkah menuju wajah dunia

  3. Woow,, keren tulisannya. Ikut nimbrung mbak murni. Negara lain boleh takut dg senjata, perlengkapan perang, atau nuklir. Negara kita tdk takut, krn adanya bambu runcing. Tetapi,,,, orang kita takutnya cuma sama warna. Contoh: si A pake baju warna ….. sudah dicurigai, kamu ikut ini ya,,, kamu ikut itu ya,,, padahal si A, hanya punya baju itu satu2nya. Oh,, INDONESIA-ku kapankah “BHINEKA TUNGGAL IKA” bisa terwujut seutuhnya..?!

Tinggalkan komentar