Waktu saya kecil, tidak pernah ada hari tanpa sarapan. Menu sarapan yang diracik mamak biasanya bubur bersantan-yang bisa ditaburi gula atau abon, plus telur rebus belah (ini karena ayamnya makan silet sebelum bertelur (^_~)), sejilatan madu dan teh atau susu segelas. Sarapan senikmat itu biasanya cukup sampai jam 11 siang. Setelah itu harus diisi lagi bensinnya.
Kebiasaan sarapan berlanjut hingga saya SMA karena masih tinggal dengan mamak dan Bapak. Menunya sudah agak beda, pakai ikan atau tempe. Ketika saya tinggal di Bogor untuk kuliah, ritual sarapan saya mulai kacau. Karena ada penjual gorengan yang suka lewat pagi-pagi atau chikua, atau bubur yang kebanyakan vetsin, maka saya melahapnya di pagi hari sebelum berangkat ke kampus. Untungnya saya se-kost dengan seorang teman yang rajin sekali membuat sarapan walaupun hanya tempe goreng, maka jadilah saya ikut-ikutan rajin masak untuk sarapan. Jadi boleh dikatakan saya tetap sarapan saat kuliah. Baca entri selengkapnya »