murniramli

Berkunjung ke SMK Industrial Arts Nagoya dan SMK Toyohashi

In Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang, SMA di Jepang on Februari 23, 2008 at 12:51 pm

Selama dua hari saya diajak oleh Mina Hattori sensei menemani tamu, Dr Ramlee dari Univ. Kebangsaan Malaysia berkunjung ke dua SMK di Aichi. Kami juga dipandu oleh Ishida Shouji sensei yang mengajar di STM Toyota. SMK yang pertama kali kami kunjungi adalah SMK Industrial Arts Nagoya City (Nagoya shi Kogei Koukou) yang terletak tidak jauh dari kampus Higashiyama, Nagoya University. Sedangkan SMK kedua, terletak agak jauh menuju ke arah Hamamatsu, yaitu SMK Toyohashi.

Kedua SMK adalah SMK Teknik atau di Indonesia dulu dikenal dengan istilah STM. Terus terang saya belum pernah berkunjung dan melihat langsung seperti apa siswa-siswa STM berpraktek di Indonesia. Banyak istilah yang saya tidak paham, tapi saya agak terbantu karena dulu pernah mengambil ekskul elektronik di SMP dan belajr kepada bapak ketika beliau masih menjadi tukang listrik di pabrik gula.

SMK-SMK di Aichi sepenuhnya dibiayai oleh kota atau provinsi. Aichi yang terkenal sebagai daerah pusat industri dengan perkembangan bisnis dan ekonomi terbaik di Jepang memang sangat layak memiliki sekolah-sekolah kejuruan. Di Aichi ada dua perusahaan otomotif besar, yaitu Toyota dan Honda, sedangkan di Shizuoka, provinsi tetangga, terdapat perusahaan Yamaha. Berbagai pabrik dan industri raksasa di Jepang juga ada di sekitar kedua provinsi ini.

Sebagian SMK Teknik di Jepang semula adalah SMK di bidang Commercial dan Business pada saat awal didirikan, yaitu sekitar PD II berakhir. Sekolah-sekolah ini di Indonesia bisa disamakan dengan SMEA atau SMK biasa. Kemudian SMEA dihapuskan dan diganti dengan SMK Teknik(STM). Namun saat ini SMK Commercial dan Business kembali menjamur.

Mendatangi ruang-ruang praktek siswa STM kedua sekolah di atas seakan membawa kami ke jaman tatkala Jepang bertransisi dari negara agraris menjadi negara industri. Di SMT Toyohashi bahkan peralatan masa dulu untuk mengelas, mengikir baja, membuat cetakan pasir atau besi, dan peralatan motor dan listrik masih ada dan terawat dengan baik. Sekalipun peralatan modern dengan sistem komputer sudah mulai dimasukkan ke sekolah, karena hampir semua industri Jepang memakainya. Peralatan kuno masih diajarkan kepada siswa agar mereka memahami bagaimana dasar kerja alat, tidak sekedar tekan menekan tombol di keyboard komputer.

STM Industrial Arts Nagoya mempunyai 7 course yaitu : Sistem perkotaan (都市システム科) , arsitektur (建築科), interior (インテリア科), design (デザイン科), grafis (グラフィックアー科), elektronik dan mesin (電子機械科), dan IT(情報科). Kebanyakan siswa adalah laki-laki, tetapi course interior, design, grafis banyak diminati oleh anak perempuan.

STM Toyohashi mempunyai dua sistem yaitu sistem full time course dan short time course. Sistem full time melaksanakan kegiatan belajar mengajar dari pagi hingga sore hari, sedangkan short time course dikhususkan bagi anak-anak yang bekerja, sehingga belajar mengajar berlangsung dari jam 5 sore hingga jam 9 malam. Full time course menawarkan 6 jurusan yaitu mesin (機械科), electronic machine (電子機械科), electricity (電気科), electronics engineering (電子工学科), Arsitektur (建築科), dan Civil Engineering (土木科). Short time course menawarkan jurusan mesin saja.

Lulusan STM Nagoya dan STM Toyohashi dapat menempuh dua jalur, yaitu melanjutkan ke universitas atau bekerja. Lulusan STM Toyohashi sebagian besar memilih bekerja, bahkan tidak perlu repot melamar pekerjaan karena setiap tahun sekitar 600 perusahaan melamar mereka. STM ini hanya menerima 40 siswa per jurusan per tahunnya, sehingga jika dianggap tidak ada yang DO, sekitar 240 siswa akan lulus setiap tahunnya. Ke-240 siswa diperebutkan oleh 600 perusahaan.

Kami sempat mengunjungi bagian kounseling STM Toyohashi dan terpukau dengan kelengkapan data lulusan, data alumni, data perusahaan, dan data universitas. Pamflet-pamflet perusahaan biasanya dibawa langsung oleh pihak perusahaan ke sekolah. Guru-guru kounseling tidak perlu repot mencari perusahaan untuk menjadi tempat bekerja para siswanya kelak.

Berbeda dengan STM Toyohashi yang setiap tahun siswanya stabil, sekitar 240 orang, STM Nagoya mengalami penurunan jumlah siswa. Tawaran jurusan-jurusan baru sedikit mengangkat minat siswa terutama perempuan untuk bersekolah di sekolah ini. Saya sempat terpukau menyaksikan karya siswa grafis art yang membuat poster tentang pariwisata di Indonesia, menampilkan lukisan penari Bali yang artistik sekali.

Melihat dari materi praktek yang diberikan, siswa-siswa STM kelihatannya belajar banyak sekali keterampilan yang sangat dibutuhkan oleh industri. Pantas saja mereka dicari oleh pasar. Sekalipun biaya pengelolaan SMK sangat mahal, tetapi keberadaan SMK sangat urgen di tengah kota-kota industri seperti kota-kota di Aichi.

Di STM Toyohashi, menurut Ishida Sensei, setiap tahun siswa membutuhkan biaya 8 juta yen, sedangkan biaya yang wajib dibayar oleh siswa setiap bulan adalah SPP siswa sekitar 9000 yen, plus biaya PTA dan praktek sekitar 6000 yen. Total biaya yang dikeluarkan siswa adalah 15 000 yen. Biaya ini sangat kecil dibandingkan dengan biaya yg dibutuhkan. Kekurangan biaya ini ditanggung semuanya oleh pemerintah daerah. Beruntung sekali kedua STM ini karena provinsi Aichi sangat kaya.

Saya sebenarnya iri sekali dengan ilmu yang didapat anak-anak STM Nagoya dan Toyohashi. Sebab dulu saya hanya belajar di ruang kelas, mencatat, membaca, menghafal, dengan praktikum yang sangat minim.

  1. ass..
    mba murni kebetulan saya sedang praktek mengajar di salah satu smk negeri di kota bandung…katanya sih sudah berstandar iso..namun yang saya lihat mungkin standar iso itu baru terlihat dari segi fasilitas sekolah…lagipula tidak di semua jurusan…cuma ada dua jurusan yang berstandar iso..lainnya sama saja kualitasnya dengan smk yang lain..

    dari artikel mba murni bercerita di smk jepang polanya full time dan short time…berarti ada yang sekolah sampai malam??

    oiya saya ada pengalaman selama mengajar..karena di sekolah ini pola kelasnya ” moving class “,,jadi anak2 itu tidak punya kelas tetap…akibatnya secara tidak langsung pola sosialisasi mereka dengan kakak atau adik kelas maupun jurusan yang lain agak kurang…

    klo mlihat kualitas lulusan sih yah cukup lumayan lah karena sekolah punya bursa penyaluran tenaga kerja bagi siswa dan alumni mereka walaupun belum semua jurusan dapat terprnuhi…yang saya lihat hanya jurusan yg berstandar iso yg dirasa cukup ” aman “..lainnya yah begitulah…mungkin jadinya sedikit berkesan ada perbedaan gap antar jurusan(itu sih yg sya lihat slma ada di skolah ini)

  2. Pak atau Bu Risa,

    Yg short time, sekolahnya hingga pukul 9 mlm.

    Saya tertarik dg standar ISO yang diterapkan di SMK-SMK di Indonesia. Pernah sy search ttg ini, tp kelihatannya belum ada tulisan ilmiah yang mengkajinya secara detil.
    Jika boleh minta tolong, bisakah memberikan gambaran bagaimana sih standar ISO yang diterapkan, siapa yang menguji, dan bagaimana pengajuannya, kriterianya apa saja, dan apa dampaknya.
    Terima kasih atas informasinya.

  3. Ttg ISO di SMK, mungkin agak kurang bermakna karena pendekatannya lebih banyak top down, untuk salurkan anggaran dari Pusat … sesungguhnya sekolah masih belum siap. Semoga dugaan Saya keliru …

    murni : Pak Dedi, terima kasih atas infonya. Apa kabarnya, Pak ?
    Saya ingin sekali meneliti kecenderungan standarisasi internasional sekolah2 di Indonesia,
    trmsuk pendapat kepsek yg skolahnya ditunjuk mjd sekolah intl.
    Tp sayang, kepsek atau wakasek yg saya wawancarai selama ini pendapatnya persis spt yg sering disampaikan pejabat,
    kelihatannya memang msh tdk otonomi sekolah2 kita.

Tinggalkan komentar