murniramli

Apakah Saya Cinta Indonesia ?

In Serba-serbi Indonesia on Januari 12, 2007 at 10:15 am

Pak Dedi Dwitagama, seorang kepala sekolah yang nge-blog (salut, Pak!) menulis komentar pendek di tulisan saya ` Mengapa Anak Indonesia gampang beradaptasi di sekolah Jepang`.

Kalimatnya pendek saja :

Indonesia ku, Indonesia kita….

Saya membacanya berulang-ulang….maknanya sangat dalam.

Membaca kalimat itu membuat saya bertanya-tanya apakah saya cinta Indonesia ?   Pertanyaan yang sebenarnya barangkali buang energi untuk repot-repot menjawabnya, tapi biarlah….ini hanya tulisan iseng sekedar teman menikmati kopi panas. Slruuup !

Saya hitung-hitung sudah 2 tahun lebih 3 bulan saya berada di Jepang, dan parahnya belum pernah pulang.  Bukan karena  tidak rindu kepada ayah, ibu, sanak saudara, tetapi semata karena saya harus berhemat demi bisa lanjut sekolah.  Saya selalu membujuk hati, bahwa sewaktu di Indonesia pun saya hanya bertemu dengan mereka sekali dalam setahun karena kami tinggal berjauhan.  Lagipula saya masih bisa mendengar suara mamak melalui telepon.  Sabar….sabar…orang sabar disayang Allah.  Begitu kira-kira saya membujuk diri.

Saya akan menghabiskan 5 tahun umur di Jepang.  Dan setelah itu….saya tidak tahu apa yang diatur Allah untuk saya.  Sekalipun saya berencana pulang, tetapi jika Dia menetapkan saya tinggal di suatu negeri yang bukan Indonesia, maka apatah kekuatan saya sebagai abdi-Nya.

Saya selalu menganggap diri sebagai penghuni bumi yang kebetulan berkewarganegaraan Indonesia.  Karenanya saya sangat tersinggung ketika naik kereta di Jepang, banyak di antara sesama penghuni bumi yang berkewarganegaraan Jepang enggan duduk di sebelah saya.  Padahal saya mandi lebih banyak daripada mereka yang hanya sekali dalam sehari (Ini OOT).  Tetapi tidak semuanya.  Masih banyak di antara mereka, para penghuni bumi yang baik bahkan sangat baik.  Ada nenek yang kemarin memberi saya jeruk, ada Pak manajer yang memberi apel kesukaan, ada teman se-lab yang setiap hari membagi kue, ada teman yang dengan mudahnya meminjamkan HP-nya, karena hari ini saya lupa membawanya, dan mungkin ada orang yang berdoa diam-diam untuk keberhasilan saya.

Keberadaan saya di Jepang dengan segala fasilitas hidupnya yang tercukupi, ritme hidup yang teratur, ekonomi yang alhamdulillah mencukupi sekalipun saya harus berpeluh-peluh, orang-orangnya yang unik, cuek tetapi manusiawi, diam-diam membuat saya mulai menyukai dan menikmati Jepang.

Tapi saya belum pernah menyatakan pembelaan terhadap kesalahan yang dilimpahkan kepada negeri ini (seinget saya !), yang sering saya lakukan malah membela nama baik Indonesia.  Ketika diminta presentasi tentang negara, saya sengaja menampilkan potret saudara-saudara di Irian yang berkoteka atau nenek dari suku Dayak yang bertelinga panjang, sambil mengatakan `Saya dan Mereka bersaudara` .  Selagi di Jepang maju dengan transportasi super cepatnya, saya malah dengan bangganya memperkenalkan `Becak` sebagai kendaraan penting bagi mbok-mbok hingga ibu-ibu pejabat.  Ketika Manajer saya mempertanyakan keanehan hilangnya Adam Air, saya malah berkelit dengan mengatakan ` Kami punya perusahaan penerbangan yang memproduksi pesawat ringan untuk menerbangkan orang Indonesia dari pulau ke pulau.  Kami juga mengekspornya ! (Padahal ini benar-benar tidak nyambung dengan pertanyaannya !).  Ketika saya begitu terpesona dengan toilet-toilet di Jepang yang gratis, hangat ketika musim dingin, dan airnya muncrat otomatis, saya malah dengan bangga menunjukkan kepada anak-anak SD, foto anak-anak mandi di sungai, kamar mandi yang tak bertuan, tak berbatas, dan tak perlu bayar pula.  Ketika seorang anak bertanya tentang rumah-rumah di Indonesia, saya tunjukkan rumah adat di setiap pulau lalu…terakhir saya tunjukkan rumah batu cukup megah di Jakarta, sambil berkata ` Ini rumah kebanyakan orang Jakarta !` Bah, saya sudah berbual demi sebuah nama, Indonesia !

Seorang rekan pengajar berkebangsaan Amerika bertanya kenapa rakyat Bogor protes kedatangan Bush beberapa waktu yang lalu ?  Dengan bangganya saya membela, `karena negara kami menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat`.

Yang saya tidak bisa berkutik justru ketika banyak guru/professor di sini mempertanyakan sistem pendidikan di Indonesia dengan sindiran halus.  Barangkali karena saya belum mengenal pendidikan Indonesia dengan baik, sehingga saya tak pandai berkelit di bidang ini. Tapi karenanya saya sudah menghabiskan berjam-jam waktu saya di depan komputer, di ruang perpustakaan untuk mengasah `kemampuan saya berkelit` membela pendidikan Indonesia.

Beberapa waktu yang lalu Pak Urip menulis komentar yang membangkitkan sense nasionalisme saya di sebuah tulisan di blog ini : `Indonesia menunggu kedatangan anda`.  Benarkah ??  Sepertinya saya belum seperkasa George Washington yang berani mengatakan `jangan tanyakan apa yang dilakukan negara untukmu, tetapi tanyakan apa yang sudah kamu lakukan untuk negaramu`.

Saya selalu berpikir bahwa saya adalah penghuni bumi yang harus berbuat kebaikan untuk sesama penghuni bumi.  Saya merasakan kepuasan yang membuncah ketika orang lain berseri-seri menerima kebaikan saya, tidak peduli dia orang Indonesia atau bukan.

Jadi, sekarang …..

Saya gamang apakah pembelaan-pembelaan yang saya lakukan di atas adalah karena saya cinta Indonesia ataukah karena saya adalah penghuni bumi yang enggan dicela ?????

Slurrrrrp…..!!!

Kopi habis.  Saya sampai pada kesimpulan :

Ga usah dipikirin…..cinta apa nggak (^_~)

  1. Slruuup saya juga barusan nyruputin kopi susu buatin istri tercinta…
    Cinta atau tidak memang tidak perlu diucapkan, sudah bisa terlihat dengan sikap, tingkah laku. Sedikit yang kita perbuat buat negara apapun bentuknya (tentu tanpa perlu pengakuan dari pihak lain) sangatlah bermakna, sebab bumi Indonesia akan merasakannya.

  2. Mbak Murni,
    perlakukan diskriminatif sebagian orang Jepang, memang kadang terjadi. Pelayanan yang tidak baik di pasar terhadap wanita berjilbab. Kadang ditemukan juga kasus keengganan menyewakan apartemen terhadap orang asing. Maksud saya, kamar jelas-jelas kosong, tetapi setelah menanyakan ke oyasan, fudousan (broker) bilangnya “penuh”. Lucunya, saat mencoba cari ke broker yang lain, ditunjukkan kamar yang sama dengan tadi, yang katanya kosong. Tetapi begitu telpon ke Oyasan, ternyata kembali beliau tidak mengijinkan.

    Demikian juga dalam pergaulan dengan teman-teman di kampus, saat kuliah dulu, kadang mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari orang Jepang. Tetapi, banyak juga orang Jepang yang sangat tulus dan bersikap baik sekali kepada orang asing. Misalnya sensei saya, yang tanpa setahu saya rupanya memikirkan masa depan saya. Beliau berlaku sama kepada mahasiswa-mahasiswanya, dan tidak membedakan baik asing maupun Jepang. Kebetulan selama di Jepang, saya lebih banyak ketemu orang Jepang yang bersikap baik kepada orang asing daripada yang kurang baik. Repotnya, banyak juga orang asing di Jepang yang berbuat kriminal (termasuk pembunuhan kepada orang Jepang), berkelakuan tidak baik, sehingga membuat citra orang asing di Jepang buruk.

  3. Sebenernya kalau mau dikalkulasi dengan teliti, saya juga lebih sering bertemu orang Jepang yang baik lo, Pak (^_^)

  4. Maaf Mba Murni

    Kalimat pendek Saya, merefleksikan perasaan saya yang hampir sama dengan yang Anda rasakan … beberapa tahun yll, ketika mengalami tinggal agak lama di negeri lain … tapi ternyata … saya merasa harus memperjuangkan agar Indonesia kita bisa menjadi seperti yang kita bayangkan dari kerja kita yang paling sederhana … apa saja … yang paling mungkin kita lakukan

    Dont fell so sad … cause u still love ur country

    Keep Fight

  5. saya sering mengucapkan kata “sayang, cinta, dll” kepada mantan pacar saya dulu. padahal saat itu saya tengah ragu: apakah saya benar-benar menyayanginya, mencintainya?

    cinta, sayang, terkadang memang perlu diucapkan. namun seringpula, dalam perkataan itu sebenarnya kita tengah meragukannya.

    kebetulan saya tak pernah ke luar negeri. mungkin saja saya akan merasakan hal yang sama dengan anda. dalam contoh kecil yang sudah saya alami, ketika kota asal saya diledekoleh teman-teman di kampus. saya akan membelanya, meski kadang pembelaan itu tidak obyektif.

    wajar….itu wajar… asal kita menyadarinya, jika yang kita lakukan itu (lain kali) tidak perlu.

  6. Assalamu ‘alaikum wr.wb
    Mbak, kalo menurut saya itulah yang namanya cinta buta. Sejelek apapun, sebanyak apapun kekurangannya tapi kita tidak rela bila ada pihak yang memandangnya miring. Walaupun mungkin sebenarnya kita sering kecewa terhadapnya. Jadi memang tidak usah terlalu dipikir apakah memang cinta atau tidak harus diucapkan dalam kata-kata, karena biasanya cinta buta justru keluar dari sanubari yang tulus. Kebanyakan bilang cinta justru biasanya akan terasa gombal.
    Hari ini saya pergi, ketika nunggu bis ada obaasan yang ngajak ngobrol dengan ramahnya, padahal nihongo saya masih sangat minim. Dia begitu ramah, sampai saat saya mau turun pun dia menyempatkan menengok sekedar untuk mengucapkan “sayonara”. Ketika pulang, begitu masuk bis, saya sadar hampir seluruh mata penumpang tertuju kepada saya. Saya duduk di kursi 3 penumpang sampai hampir turun tidak ada satupun penumpang yang mau duduk disamping saya kecuali bapak2 tua yang naik 1 halte sebelum saya turun. Mungkin karena belum terlalu lama tinggal di Jepang sini, saya masih banyak mengalami/mendapat pandangan aneh di tempat2 umum. Semoga nanti saya seperti Mbak Murni yang lebih banyak ketemu orang Jepang yang baik.
    Wassalam.

  7. […] kali dalam blognya di https://murniramli.wordpress.com, Murni mengajukan pertanyaan: Apakah Saya Cinta Indonesia? Ia membeberkan pernak-pernik Jepang dari hasil pengamatannya selama dua tahun lebih tinggal di […]

  8. mengambil dari kata2 guru besar Lao Tzu :
    can you love or guide someone without any kind of expectation?

    tapi tentu saja bagi saya pribadi, susah sekali mengamalkan ini, baru sebatas tahu dan menerima makna nya

  9. M @ n U 5 ! a W i……………………………..

  10. Mba/Mas Fay :
    memang manusiawi banget….krn yg nulisnya juga manusia hehehe…

  11. Cinta tak hars terurai lewat kata tapi karya untuk bangsa menunjukan cinta kt akan bangsa kita.
    sukses buat mbak murni

  12. tentang mengapa orang jepang tidak mau duduk di sebelah anda saat naik kereta, sebenarnya itu bukan diskriminasi. saya sendiri sudah mengalaminya di 3 negara yang berbeda dan juga dalam berbagai situasi. saya pikir itu lebih disebabkan familiarity. kalau anda masuk ke dalam sebuah ruangan dan anda melihat bahwa semua orang berkulit putih dan satu orang melayu yang bengong sendirian, kemungkinan (90% yakin,hehehe) anda akan menghampiri orang melayu ini (meskipun saat itu juga ada orang kulit putih yang keliatan bengong sendirian). meskipun misalnya akhirnya anda tahu bahwa si orang melayu ini bukan orang indonesia 🙂
    jadi, intinya, itu bukan rasis atau diskriminasi. saya pikir adalah normal untuk lebih memilih segala sesuatu/hal yang familiar dengan kita (fear of rejection mungkin? atau sense of group belonging?).

  13. Mbak Murni,

    Yang bilang don’t ask kuwi bukan George Washington, tapi John F.Kennedy.
    Soal pesawat dan ekspor, kowe jan ngapusi tenan lho. Pesawat bikinan orang kita itu kethoke ra tau payu lho. Lha kapan kae aku krungu jare diijoli ketan Thailand je. Horotoyoh…
    Trus, semua teman Jepangku, baik sama daku. Balaku neng kampus ki cah Jepang kabeh je.
    Soal diskriminasi, di semua bagian dunia, aku yakin pasti terjadi. Di Indonesia juga. Contoh gampangnya, aku pernah ke Bank pake sandal jepit, jeans elek, trus apply kartu kredit, lha kok CSe sinis banget. Dikira aku ra dhuwe duit…..(pancen ra dhuwe dhing)….Critaku iki kankenai ya…waaah…shouganai.

  14. Pak Bambang, Pak Supeno, Mas Sholi, Kiptiyah kun,

    Ta pikir sing ngomong don`t ask kuwi…si Cak Jalil sing jualan martabak ?? maksute don`t ask regone piro, la wong wis ditulis ning gerobake.

    CN235 ono sing didhol ning negoro Arab. Je mending ne dituker beras tinimbange diguwa ning laut (^_~)

    Syukur nek konco2 Jepang e podho apik.

    Critane…kankei ga aru yo. le dipekso-pekso yo nyambung….

  15. woalah… ternyata podho mawon alias sama saja ya kalau di negeri orang itu, jurus “dora sembodo” ki juga masih diberlakukan to…. tak kira cuma laku di indonesia bae….. hehehe….

    Wah, trima kasih & mesti kasih selamat buat Mbak Murni, tlah sukses mempromosikan/ eksport kabar budaya indonesia ke luar negeri [masak selalu defisit bae hehehe…]

    matur nuwun memberi kabar, atas trik & tips.. selamat melancong ke negeri orang [wong saya… paling jauh baru ke luar pulau..jawa-madura-mbali
    rasanya dah berbeda skale…. udara, swasana juga pun bahasa….

    lha kini malah bingung, ngukure cinta indonesia atau belum..kie, karena harus keluar negeri dulu & melihat dr. sisi luarnya..menangkis [masio mbujuki] kaya si Kumbokarno, apa menerima [jujur kacang ijo] kaya si Wibisono atas diserang cemo’ohan dari luar kepada negeri dimana, aku dilahirkan dan dibesarkan bunda di tanah pertiwi ini…? mohon petunjuk… ya

  16. […] kali dalam blognya di https://murniramli.wordpress.com, Murni mengajukan pertanyaan: Apakah Saya Cinta Indonesia? Ia membeberkan pernak-pernik Jepang dari hasil pengamatannya selama dua tahun lebih tinggal di […]

Tinggalkan komentar