murniramli

Program Sister School ala Indonesia

In Manajemen Sekolah, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Serba-serbi Indonesia, SMA on Januari 21, 2009 at 1:08 pm

Setuju atau tidak, salah satu ciri yang dikembangkan atau kelihatannya menjadi trade marknya Sekolah Bertaraf Internasional adalah punya sekolah saudara (sister school) di negara lain.

Tujuannya untuk apa ? Ya tentu saja untuk saling berkunjung, berbagi pengalaman sebagaimana layaknya saudara barangkali 😀
Karena institusi yang bersaudara adalah sekolah, maka personal yang ada di dalamnya yang akan saling berinteraksi, dimulai dari kepala sekolah, wakasek, guru dan murid-murid.

Mencari dan mengajak sebuah sekolah untuk menjadi saudara bukan pekerjaan yang gampang, sebab butuh biaya, energi, arah yang jelas dan tentu saja melibatkan pemerintahan setempat. Di Indonesia dengan dialihkannya wewenang pengelolaan pendidikan ke daerah, maka program sister school menjadi program di bawah arahan Diknas provinsi.

Demikian pula Jepang. Kekuasaan dan wewenang pengelolaan sekolah dibebankan kepada daerah, yaitu pengelolaan SMA di bawah pemerintah tingkat prefektur, dan pengelolaan SD dan SMP di bawah pemerintahan tingkat kota atau distrik. Kedua pihak inilah yang perlu menjembatani lahirnya persaudaraan dua sekolah.

Program yang sering dikemas dalam kegiatan sister school adalah pertukaran budaya, memperkenalkan seni tari, permainan, atau sekedar kompetisi olah raga, dan bagi sebagian orang, pengalaman ke luar negeri adalah sebuah kebanggaan.

Lebih dari sekedar sebagai sebuah pertukaran seni budaya antara dua saudara, program sister school sebenarnya akan lebih menarik apabila dikemas menjadi sebuah pertukaran ilmu dan budaya yang lebih menitikberatkan empati dan peningkatan motivasi untuk maju siswa, guru dan kepsek.

Oleh karena itu, ketimbang menjadi ajang pentas kesenian, akan lebih baik jika siswa yang saling berkunjung diberi kesempatan untuk memahami kebiasaan belajar, semangat dan pola masyarakat setempat dengan lebih baik, ketimbang diajak untuk mengunjungi tempat wisata.

Selama ini sister school karena sudah dijudge sebagai program sekolah internasional, maka sangat jarang menyentuh sekolah-sekolah desa yang masih sederhana. Padahal pertemuan siswa-siswa yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang berbeda adalah sebuah wahana untuk melatih kepekaan siswa terhadap fakta kehidupan manusia yang beragam.

Sayangnya program sister school, sesuai dengan namanya yang ngebule, hanya dimaksudkan sebagai persaudaraan antara sekolah di dua negara yang berbeda.

Negeri dengan keragaman suku A sampai Z seperti Indonesia seharusnya lebih jeli mengembangkan program persaudaraan antarsekolah yang khas. Sebelum mengirimkan anak-anak itu untuk bersaudara dengan orang-orang berkulit sipit di Jepang atau anak-anak berambut emas di tanah Eropa atau anak-anak bermata biru di daratan Australia, atau anak-anak Melayu di seberang , mengapa tidak mempersaudarakannya dengan “saudara-saudara” hakikinya yang tinggal di Manokwari, di Lombok, di Gorontalo, di pegunungan Dieng ???

Padahal anak-anak di daerah tersebut sungguh ingin sedikit saja belajar sesuatu yang unggul dan baik dari saudaranya yang tinggal seberang pulau.
Padahal guru-guru di pelosok Kalimantan, Sumatera, Sulawesi ingin sekali sekedar  berguru kepada saudara-saudara guru di tanah yang lebih duluan maju.

  1. Setuju bu Murni!!!!

  2. seperti biasa, tulisan2 Ibu ini selalu ‘menyentuh’. Kebetulan faktanya sedang terjadi di depan mata, dan betul juga kata Ibu, menurut saya manfaatnya masih sangat dipertanyakan…

  3. Wah…, ide itu lebih realistis utk dilaksanakan. Semoga saja ada yg mampu merealisasikannya di tanah kita tercinta, Indonesia.

  4. @Bu Al : ayo atuh dibuat di Jkt 😀

    @Bu Selly : mungkin bisa diterapkan jg o Bu Selly di Makassar 😀

    @Mba Reni: Ren, usulin ke pemkot Madiun gih, hehhehe..

  5. […] Artikel asli dan tulisan menarik lainya tentang  dunia pendidikan bisa diakses juga pada: Program Sister School ala Indonesia […]

  6. yap bagus banget, antar sekolah perlu saling berbagi pengalaman. gimana ada yang mau jadi “saudara” SMK Negeri 1 Kaligondang …

  7. Memang menarik. Dalam cakupan yang kecil, pernah ke SD Hikmah Teladan, Cimahi, Jawa Barat, datang rombongan satu sekolah dari Aceh (: 1 kepsek, 7 guru, 4 murid). Mereka bersama kami selama 2 pekan. Kepsek menguntit kepsek, guru mengajar dan siswa belajar. Siswa juga tinggal di rumah siswa kami. Ketika hampir setahun kemudian saya mendapat kesempatan ke Aceh, saya terkejut ada beberapa hal mencolok yang dulu ada di SD kami, ada di Krueng Raya.
    Kami juga, yang tumbuh di kota urban, pernah mencoba ‘berkemah’ di rumah penduduk di desa tempat pusat kebudayaan Sunda. Saya yang menemani guru-guru survey ke desa di pelosok Sumedang ini, benar-benar merasakan kembali jadi orang Sunda sebenarnya.
    Dalam rencana kami, anak-anak berkelompok tinggal di rumah penduduk, Jumat malam ada ‘ngobor’dan ngaliwet (tentu dilanjutkan makan malam sambil menonton berbagai penampilan seni Sunda dari anak-anak setempat), Sabtu pagi ke sekolah desa, pulang sekolah bermain ‘kaulinan’ di sungai, lapang, sawah, ladang, dll.Eh, mereka juga makan ikutan rumah yang ditumpangi. Asyik lah.

  8. @Okah : ayo siapa…. 😀
    @Pak MH Aripin Ali :
    Wah, ini pengalaman yg menarik sekali dan perlu disebarluaskan, Pak

  9. Assalamualaikum wr.wb Bu Murni..

    Sudah lama saya tidak ke sini..

    Wah benr sekali itu Bu, sebaiknya ada sister school antara sekolah di desa dan di kota, jadi bisa tukar ilmu dan pengalaman bukannya malah dibuat ajang gaya bagi sekolah tertentu yang manfaatnya bisa dibilang minim..

    Salam Bu Murni..

  10. Assalammu’alaikum Wr.wb

    Salam kenal sensei, saya dapat blog ini dari milis tadotsugakuen 🙂

  11. seandainya pendidikan kita mengutamakan proses yang mampu menumbuh kembangkan segala potensi yang dimiliki siswa, guru maupun lingkungannya, mungkin hasil belajar peserta didik Indonesia akan berbeda dengan hasil belajar peserta didik jaman sekarang, kapan dan bagaimana ya agar pendidik mampu melahirkan anak yang benar benar beriman dan bertaqwa, cerdas dan ulet, trampil dan kreatif, mandiri dan berjiwa patriot sejati ? semoga.

  12. Salam kenal Bu,

    Saya ingin sekali melihat contoh sister school sesama sekolah Indonesia yang bisa berjalan di lapangan. Kalau Ibu bisa ‘lead by example’, saya pikir itu akan sangat menginspirasi guru-guru lainnya. Apalagi dengan mengedepankan pertukaran ilmu. Saya tunggu cerita karya nyatanya.

    Selamat berkarya.

  13. @Mia: salam kenal juga,
    Komentar yang ditulis oleh Pak MH. Aripin Ali di atas, saya pikir bisa dijadikan contoh. Saya tidak tahu apakah sudah ada sekolah yang menerapkannya di Indonesia.
    Sementara ini saya masih dalam status belajar di Jepang, jadi belum bisa terlibat langsung dg sekolah2 di Indonesia.

  14. Setuju sekali pak! Mempersaudarakan yang memang saudara tetapi tidak / belum saling kenal, juga untuk memupuk Nasionalisme agar kedepannya tidak ada lagi tawuran antar suku.

Tinggalkan Balasan ke murniramli Batalkan balasan